Postingan

Ayolah pelan-pelan, Eden!

Ayolah pelan-pelan – Eden!  (205)              by Emily Dickinson Ayolah pelan-pelan – Eden! Bibir yang tak layak untuk-mu – Malu-malu – menyesap wangi-mu – Sebagai seekor lebah pingsan Terlambat mencapai bunga-nya, Mengitari kamar-nya bersenandung – Menghitung nektarnya – Masuk – dan hilang di Balsam.

Billie Holiday: Mutiara Jazz

Gambar
Billie Holiday: Mutiara Jazz Billie Holiday (pict taken from gettyimage)  " Dia merintis sebuah Era Baru dalam Musik dan Pertunjukan." Bakat murni, gaya unik, dan penampilannya yang jujur ​​mengubah dunia menyanyi.  Penyanyi dan penulis lagu jazz Amerika ini tetap menjadi ikon budaya, yang warisannya terus memengaruhi dan menginspirasi.  Cahaya mutiaranya menyala terang dalam hidupnya yang singkat, meninggalkan banyak karya klasik untuk menggerakkan kita.   __________  “Jika aku bernyanyi seperti orang lain, maka aku tidak perlu bernyanyi sama sekali.” Musik jazz saat ini berutang budi kepada seorang wanita dengan bakat asli dan mentah, dan tekadnya yang berani untuk bernyanyi dari hatinya dengan gayanya sendiri. Eleanora Fagan Gough lahir 7 April 1915 di Philadelphia.  Tumbuh di era jazz-renaissance tahun 1920-an, dia bernyanyi bersama rekaman Bessie Smith dan Louis Armstrong.  Meskipun dia tidak pernah menerima pelatihan teknis atau belajar membaca musik selama masa kecilny

Keramaian di Sebuah Rumah

Keramaian di sebuah Rumah (1108)       by Emily Dickinson Keramaian di sebuah rumah Pagi hari itu setelah kematian Apakah industri yang paling khidmat Diberlakukan di Bumi – Yang menyapu hati Dan menyisihkan cinta Kami tak ingin menggunakannya lagi Sampai keabadian - 

Hepatica yang rapuh

Gambar
 [Hepatica yang rapuh]           Jun Fujita Hepatika yang rapuh Dengan malu-malu menahan keharumannya Di bawah embun pagi yang segar. Demikian pula, Elizabeth.

Gema

gema - bertubi-tubi mengantamku dalam gerak tarian topeng melakonkan figur-figur antagonis refleksi batin pada rupa seringai topeng-topeng membawakan stansa ejekan sepanjang hari apakah gemanya menggema pada-mu juga?

Langkan

Langkan     Puisi Kevin Young Sia-sia belaka berkata-kata              pada yang telah tiada apa yang telah Engkau dapati sebab mereka telah melewatinya juga - Bagaimana tetap bertahan               tanpa dirimu, kasih pagi hari atau pergi,               cahaya yang gigih meski masih. * Kecantikan tetaplah kecantikan              sungguh, ibuku berkata, Siapa yang cantik dan berbicara lantang, sehingga dia dapat dipahami              Tidak seperti penyair yang tak dapat bicara untuk menyelamatkan hidup mereka Sehingga mereka menulis * Seperti sebuah bahasa,               kehilangan - dapat               dipelajari hanya  dengan hidup - di sana - * Apa yang membuat kita mengakar               pada rasa haus  dan bumi ini, ancaman-ancaman  dan kekurangannya -               Caranya memudar dan menjadikan hal-hal yang - lebih buruk dan jauh               lebih buruk - bils tidak cahaya ini menjunjung di atas punggung bukit.

JIS

di bawah tenda berpasang mata menatap  pesta rakyat

Uang Recehan

uang recehan   ~ (carol styamurti, 1939-2019) di sini pasti ruang area terakhir lorong remang di bawah jembatan yang rembes merupakan satusatunya rute menuju bawah tanah engkau melewati empat, terkadang lebih, orangorang terlelap bersandar di dinding sama saja, hari demi hari, minggu demi minggu, beberapa gundukan di bawah selimut kotor,  beberapa duduk, disapu angin, seolah  tercengang gemuruh kereta di atas kepala.  bahkan saat sepi, mereka tidak bersuara, tetap duduk menghadap cangkir kertas kosong mereka, wajah terkuras pucat pasi, atau berkulit merah dengan tampilan yang beralkohol dan tahan cuaca. aku ingin mereka pergi.  aku ingin dibebaskan. haruskah aku memberikan beberapa keping recehan kepada mereka masing-masing? jika hanya satu… atau hanya satu hari… di jurang antara aku dan mereka tergantung penyakit.  langkah demi langkah, aku menatap ke depan, tetap pada tujuanku yang hangat dan baik  apa hubungannya puisi dengan ini? catatan: Carole Satyamurti (1939-2019) dikenal terut

Bukan sebab kematian aku bertahan

bukan sebab kematian aku bertahan emily dickinson bukan sebab kematian, aku bertahan - dan semua yang mati, terbaring bukan karena malam, semua lonceng menjulurkan lidah, bagi siang. bukan karena embun membeku, pada dagingku aku merasakan angin panas - menjalar - bukan pula tersebab api, hanya kakiku pada marmer dapat menjaga altar tetap, dingin - namun, terasa, seperti mereka semua, figur-figur yang telah ku saksikan tertata rapi, tuk pemakaman mengingatkanku, pada pemakamanku - seolah-olah hidupku terpotong-potong, dan dibingkai, dan tak bisa bernafas tanpa sebuah kunci, dan seperti dini hari, beberapa - saat semua yang berdetak - telah terhenti - dan ruang memandang - sekeliling - atau embun beku yang mengerikan - duka di awal musim gugur, meniadakan tanah yang dikalahkan - tapi kebanyakan, seperti kekacauan - tanpa henti - dingin - tanpa peluang, atau tiang - atau bahkan laporan tanah - 'tuk membenarkan - keputusasaan.